Surat Terbuka untuk Presiden Jokowi
Assalamualaikum wr wb..
Salam sejahtera kepada bapak, semoga Allah selalu memberikan hidayah kepada Anda dan kita semua.
Sehubungan dengan telah terjadinya Aksi besar besaran umat muslim pada 4 November 2016 di seluruh Indonesia. Maka dengan ini saya melayangkan satu tulisan surat bebas untuk bapak sebagai bahan renungan dalam memimpin negeri.
Dalam surat ini pertama yang ingin saya katakan pada bapak adalah kami bangga menjadi bangsa Aceh. Hal ini disebabkan dahulu kami rakyat Aceh pernah memiliki seorang Raja yang begitu adil menjalankan pemerintahan. Dia adalah sang Sultan Iskandar Muda.
Sejarah mencatat, dimana Peristiwa pengrajaman putra mahkota Raja Meurah Pupok yang melanggar hukum syariat Islam, menjadi saksi bahwa Aceh layak disandingkan menjadi Serambi Mekkah, karena adanya kesamaan peristiwa yang juga pernah menimpa Khalifah ke 3 umat Islam yakni Umar bin Khatab.
Sultan Iskandar Muda pernah merajam putranya sampai meninggal karena melanggar hukum, layaknya hukuman yang pernah menimpa putra khalifah Umar sendiri yakni abu syammah. Tak ada Alasan bagi Po Teumeurehom mengelak dari hukuman yang menjadi tanggungan anaknya, walau saat itu ia punya kekuasaan penuh terhadap negerinya Aceh Darussalam, juga tak menpertimbang bahwa sang putra adalah pewaris mahkota kerajaan setelahnya.
Sehingga karena dianggap
bersalah, dengan tegas dan tegar sang raja mengatakan “mate Aneuk meupat jeurat, mate adat pat keuh tamita”( mati anakku masih ada kuburannya yang bisa kulihat tapi jika hukum sirna, hendak kemana kita akan melihat kebenaran).
Begitulah kira-kira ucapan raja kami saat itu. Beranjak dari sini pula ucapannya menjadi hadih maja Aceh yang sangat populer dan hingga saat ini dijadikan sebagai icon rujukan rujukan penegakan keadilan.
Lantas bagaimana dengan anda Pak Jokowi sang Presiden Indonesia. Kenapa Ahok terus bapak lindungi, yang belum jelas juga apakah ia anak anda atau saudara tiri. Kemudian juga mustahil akan mengantikan anda menjadi presiden selanjutnya, karena indonesia bukan penganut sistem kerajaan, yang bisa suka-suka Anda menunjuknya jadi pemimpin.
Alih-alih merencanakannya jadi presiden. Untuk Gubernur DKI pun mungkin juga tak akan terpilih, jika memang anda mengaitkan isu Pilkada sebagai alasan untuk pertimbangan proses hukum. Ummat Islam bukan ummat yang asal bertuhan, akan tetapi mereka punya fanatisme tinggi terhadap ajaran dan ulamanya.
Jadi saya pikir bapak belajarlah pada sejarah Aceh untuk menjadi pemimpin Muslim sejati. Sultan Iskandar Muda bukan saja satu negara Aceh yang ia pimpin, melainkan banyak negara lain juga yang menjadi bagian wilayah tanggungannya, bahkan sampai semenanjung selat Malaka.
Militernya pun melebihi militer yang bapak punya. Namun begitu, sang raja kami tak egois sdikitpun, apalagi harus mengabaikan tuntutan korban, seperti yang bapak lakukan membelakangi rakyat. Padahal sudah jauh hari bapak tahu bahwa rakyat akan datang ke istana bapak. Ironis memang tuntutan jutaan rakyat saja bapak ragu-ragu dalam memutuskan, apalagi satu orang yang terzalimi. Bisa hilang dalam badai proses hukumnya.
Sultan Iskandar muda rela menghukum mati Anaknya, demi kepercayaan rakyat dan ridha Allah tentunya. Padahal yang hanya satu orang yang terzalimi dari pelanggaran yang putranya lakukan. Namun tak ada kata alasan bagi Po Teumeurehom Iskadar Muda sang raja kami.
Sekian surat ini saya sampaikan sebagai bentuk kekecewaan saya dan mungkin kami seluruh ummat muslim Indonesia kepada bapak. Wassalam..
Banda Aceh 5 November 2016.
Sayed Fuadi
Pemuda asal Aceh.[Dikutip dari klikkabar.com]